BERITABAIK.ID - Desak Gede Delonix namanya. Biasa dipanggil Onix. Sehari-hari, perempuan itu bekerja sebagai pustakawan.
Hebatnya, Onix tidak bekerja di perpustakaan biasa pada umumnya. Lulusan Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran (Unpad) itu menjadi pustakawan di Perpustakaan Braille.
Lokasi perpustakaan ada di pojok bangunan Wyata Guna Jalan Pajajaran Kota Bandung. Dari namanya saja, sudah jelas perpustakaan itu dibangun khusus untuk penyandang tunanetra.
Lantas, bagaimana kondisi perpustakaan tersebut saat ini? Saat ini, kata Onix, Perpustakaan Braille sepi pengunjung. Yang datang paling hanya satu, dua orang saja.
Baca Juga: Asyiknya Diskusi Fotografi di Red RAWS Center, Yuk Ikutan!
Padahal sebelum Covid-19 melanda, perpustakaan itu kerap dikunjungi puluhan orang.
"Kalau ada yang perlu, pasti orang-orang itu datang ke perpustakaan. Saya merasa sedih, karena orang-orang jarang ke Perpustakaan Braille," ucap Onix.
Menurutnya, Perpustakaan Braille memiliki bacaan cukup lengkap. Ada sekitar 10 ribu buku bacaan, mulai anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas.
"Di sini ada buku Agama, buku sekolah, bahasa Indonesia dan lainnya bisa dilihat. Banyak lah," kata Onix.
Onix mengaku tak menyangka bisa bekerja di Perpustakaan Braille. Sejak kuliah, ia hanya terpikirkan untuk bekerja di perpustakaan pada umumnya.
Setelah lulus kuliah tahun 2020 lalu, Onix sempat menganggur selama 6 bulan sebelum bekerja di Perpustakaan Braille.
Bekerja di Perpustakaan Braille membuat Onix harus mahir huruf braille.
Baca Juga: Belajar dari Natalia, tak Pernah Minder Jadi Seorang Tunanetra
Onix pun menekuni ilmu huruf braille satu setengah tahun lalu melalui bimbingan atasannya di Kantor Pusat Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI) Sentra Abiyoso.
Lokasi Pusat Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI) Sentra Abiyoso ada di Jalan Kerkof No 21, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
"Kalau pegawai di sini harus bisa, jadi saya tuh lebih memahami setelah satu tahun setengah bekerja di sini. Saya bisa membaca huruf braille," paparnya.
Menurut Onix, yang paling sulit dari huruf braille adalah, susah menghafal rumus-rumusnya.
"Awal-awalnya ribet banget, cuma kan kalau misalnya udah dipelajari mah bisa gitu asal ditekuni. Saya belajar setiap hari tanpa lelah, waktu awal-awal kerja di sini," imbuhnya.
Baca Juga: Sering Dijumpai, 5 Buah Ini Ternyata Bisa Redakan Sakit Mag
Dia mengatakan, yang sulit dari menjaga Perpustakaan Braille adalah menjaga sensitivitas orang tunanetra.
"Misalnya, orang tunanetra itu kan harus dituntun. Kadang, kita mah harus ditanya dulu ke orangnya, mau dituntun atau enggak. Paling itu aja sih," ucapnya.
Sebagai seorang pustakawan, Onix berharap, anak-anak Tunanetra meramaikan kembali Perpustakaan Braille tersebut.
"Tunanetra memiliki gangguan penglihatan, maka dengan membaca atau meraba, mereka bisa tahu dan paham," ucap Onix. ***
Editor : Okky Adiana