bjb KPR General_Media Online_Media Online
news-details
cerita
Salah satu adegan dalam film Kembang Api. (Foto: Tangkapan layar YouTube)

Kembang Api: Meski Hidupmu Redup, Jantung Harus Terus Berdegup

BERITABAIK.ID - Manusia, barangkali sebagian dari kita, punya kemampuan mengusir jauh-jauh kebahagiaan dan rasa syukur akan hidup, akan kehidupan.

Kemampuan itu, kata Filsuf Pesimisme Arthur Schopenhauer, bersumber dari penilaian bahwa kebahagiaan dan rasa syukur hanya akan merusak perenungan dan kecemasan-kecemasan yang sudah terbangun dengan kokoh.

Kebebalan manusia untuk menolak kebahagiaan dan rasa syukur semakin tangguh apabila perenungan dan kecemasan yang dibangun dengan sebaik-baiknya, sedetail-detailnya, berakhir dengan pikiran bengis: Melenyapkan dirinya sendiri.

Situasi itu terekam dalam film Kembang Api (2023) garapan Herwin Novianto. Film yang mengadaptasi film 3 Feet Ball & Souls (2017) karya Yoshio Kato tersebut menceritakan kelompok bernama Kembang Api untuk bunuh diri bersama-sama.

Kelompok yang berisi Fahmi Iskandar (Donny Damara), Raga (Ringgo Agus Rahman), Sukma (Marsha Timothy), dan Anggun (Hanggini) itu sepakat untuk meninggalkan dunia dengan meledakkan kembang api besar bertuliskan Urip Iku Urup atau Hidup itu Nyala yang beberapa jengkal di depan mereka.

Setiap anggota mempunyai masalahnya masing-masing. Tapi, mereka dihubungkan oleh rasa dan pikiran yang sama, yakni sama-sama sedang redup, sangat redup.

Alkisah, mereka berkumpul di gudang kecil dengan kembang api besar di tengah-tengah. Kembang api memang meledak, mereka bisa merasakan pedihnya bunuh diri, tetapi mereka hidup kembali. Itu terjadi berulang kali.

"Rasa sakitnya. Kulit saya terbakar," kata Sukma kepada Fahmi dan Raga.

Label Paling Menderita

Bunuh diri merupakan masalah yang sangat sensitif, pribadi, dan kompleks. Sebab, ada banyak penyebab yang rumit dan sulit terurai soal alasan terkuat seseorang melenyapkan dirinya sendiri di dunia.

Albert Camus dalam buku bertajuk Mati Bahagia berpendapat bahwa keberanian seseorang untuk mati terkadang lebih besar ketimbang keberanian untuk melanjutkan hidup.

Kadar keberanian tersebut ditentukan oleh satu-satunya tugas manusia di dunia yakni berbahagia.

Sialnya, kata Arthur Scopenhauer, manusia seringkali menolak untuk berbahagia. Bagi manusia yang seperti ini, penderitaan jadi teman akrab, dan seolah-olah berusaha keras mendapatkan label paling menderita.

Saran bahwa "Penderitaanmu tidak ada apa-apanya" atau "Bersyukur woyyy, bersyukur!!!!" akan menguap begitu saja dan mengundang amarah.

Dalam film Kembang Api, anggota grup Kembang Api saling memandang rendah problem rekan-rekannya. Bagi Fahmi, problem Anggun --yang di-bully teman sekolahnya-- bukan problem mengerikan dan masih bisa diselesaikan.

Sedangkan Anggun menilai keputusan Fahmi untuk bunuh diri karena terlilit hutang besar dan mendapatkan asuransi untuk biaya anaknya sekolah kedokteran, hanya akan membuat keluarganya berkubang dalam penderitaan dan kesedihan, bukan kebahagiaan seperti yang Fahmi bayangkan.

"Bunuh diri tidak menyelesaikan masalah bapak," ucap Anggun kepada Fahmi.

Perdebatan soal siapa paling menderita dalam film Kembang Api berlangsung cukup intens. Mereka memojokkan satu sama lain. Mereka berlomba-lomba merengkuh predikat "Paling Menderita." Dengan kata lain, mereka ingin berkata "Masalah gue lebih berat dari lu. Jadi, keputusan gue sudah tepat. Lu enggak."

Adegan tersebut memperlihatkan wajah dunia saat ini. Ketika ada orang yang mengeluh tentang betapa berat hidupnya, ada banyak orang yang memandang remeh dengan berkata: "Ada yang lebih berat dari hidup lu." atau "Jangan banyak ngeluh. Hidupmu sudah oke."

Padahal, bagi orang yang berniat membunuh dirinya sendiri dengan beragam cara, kata-kata yang memojokkan dan terkesan menyalahkan hanya akan meneguhkan keputusannya untuk bunuh diri.

Dalam esai bertajuk Why We Complain, Thomas Henricks dari Elon University menuturkan bahwa orang yang memiliki tekanan hebat dalam hidup dan memiliki kecenderungan untuk bunuh diri hanya butuh didengarkan dan sesekali pundaknya ditepuk dengan hangat.

Dengarkan keluh kesah mereka dengan sebaik-baiknya. Jangan ada sanggahan. Biarkan mereka berbual-bual tentang hidup. Sebab dengan berkeluh kesah, ketegangan dalam hidup akan berangsur-angsur hilang. Keinginan untuk bunuh diri pelan dan pasti akan lenyap seketika.

Setelah berulang kali hidup, anggota kelompok Kembang Api saling bertukar keluh kesah. Mereka melontarkan kegundahan demi kegundahan. Tidak ada anggota lain yang menyangkalnya. Hingga akhirnya, mereka meyakini bahwa bunuh diri bukan pilihan terbaik untuk melepaskan penderitaan dalam hidup.

Itu juga yang menjadi latar belakang Yoshio Kato membuat film 3 Feet Ball & Souls. Ia ingin menyebarkan pesan kepada orang-orang bahwa bunuh diri tidak pernah menjadi jalan untuk melepas penderitaan hidup. Ya, meskipun hidup sedang redup, jantung harus tetap berdegup.

Bertabur Ekspektasi

Namun, sayang, akhir film Kembang Api terlalu memperlihatkan kesuksesan. Fahmi, misalnya, berhasil menjadi pengusaha kembang api.

Raga pun keluar dari penderitaannya dengan membuka kedai. Kesuksesan tersebut hanya menabur ekspektasi bagi orang-orang.

Ketika keluar dari problem satu, orang-orang yang berniat bunuh diri bertemu lagi dengan penderitaan lainnya untuk mengejar mimpi, meraih kesuksesan, dan mewujudkan ekspektasi tentang karier yang mapan.

Padahal, orang yang berniat bunuh diri hanya perlu diyakinkan bahwa mereka harus terus hidup. Ada banyak kejutan yang akan terjadi. Jika mimpi besar tidak terwujud, ada mimpi-mimpi kecil yang bisa diraih.

Ambil contoh, makan dengan orang tua dan menonton film dengan anak, bukan diberi mimpi-mimpi besar yang tidak semua orang dapat wujudkan.

Memperlihatkan kehangatan dengan keluarga atau orang terdekat akan lebih meyakinkan. Ketimbang memperlihatkan kesuksesan yang kadang-kadang sulit sekali untuk diwujudkan.

Sebagaimana mengutip tulisan Arthur Schopenhauer dalam buku berjudul Kearifan Hidup, berkah tertinggi dalam hidup adalah kesehatan dan kehangatan orang-orang di sekitar. ***

Editor : Gin Gin Tigin Ginulur

5 Tahun Jabar Juara, Program Jamu Tingkatkan Kemantapan Jalan Jawa Barat

Kunto Aji Kenalkan Album Terbaru lewat Sesi Dengar Intim 'Sowan Album III'