• Senin, 6 Februari 2023

Canggihnya Observatorium, Alat Pendeteksi Tsunami 30 Menit Lebih Awal

- Rabu, 14 Desember 2022 | 16:00 WIB
Abdul Hadi, Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis setelah melakukan presentasi Karya Tulis Ilmiah di Gemastik XV. Mereka memaparkan Observatorium sebagai alat pendeteksi dini bencana tsunami, 30 menit lebih awal. (Dok. Humas ITS)

 

BERITABAIK.ID - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas sebuah inovasi berupa alat pendeteksi dini bencana alam tsunami berbasis infrasound bernama Observatorium.

Alat canggh ini digagas oleh Abdul Hadi, Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis dari Departemen Teknik Fisika ITS. Para mahasiswa yang tergabung ke dalam tim Sapu Jagad ini menggagas ide cemerlang yang dituangkan pada cabang perlombaan Karya Tulis Ilmiah (KTI) berjudul Deteksi Dini Tsunami Menggunakan Sinyal Frekuensi Rendah (Infrasound) Berbasis Bayesian Infrasound Source Localization (BISL) dan Triangulasi Observatorium yang Ada di Indonesia.

Ketua tim Sapu Jagad Abdul Hadi menerangkan bahwa inovasi yang digagas oleh timnya ini berbeda dengan alat pendeteksi tsunami yang sudah ada. Observatorium ini dapat mendeteksi tsunami melalui infrasound atau suara dengan frekuensi rendah yang ditimbulkan dari adanya pergeseran lempeng bumi.

“Infrasound kami jadikan sebagai sumber deteksi karena memiliki beberapa keunggulan,” jelas pemuda yang akrab disapa Hadi ini.

Baca Juga: Minimalisir Banjir, Pemkot Bandung Resmikan Kolam Retensi Rancabolang

Keunggulan tersebut dikarenakan frekuensi infrasound yang relatif rendah, yaitu berkisar antara 0 hingga 20 Hertz. Hal itu membuat kemungkinan adanya pelemahan sinyal akibat dari gangguan sinyal lain sangat rendah. Sehingga data mentah grafik infrasound yang didapatkan tidak memiliki banyak perubahan dan masih selaras dengan gelombang infrasound yang dihasilkan dari pergeseran lempeng bumi.

Tidak cukup sampai di situ, Observatorium yang dirancang oleh tim Sapu Jagad ini didesain membentuk sebuah elemen segi lima yang nantinya akan ditempatkan di atas tanah dan diberi jarak 1 hingga 3 kilometer antar elemen.

Setiap elemen juga ditunjang dengan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi sumber infrasound yang timbul, serta filter noise reduction untuk meminimalisir adanya sinyal yang dapat mengganggu Observatorium mendeteksi lokasi pergeseran lempeng bumi atau yang kerap disebut dengan gempa ini.

Halaman:

Editor: Marshal Deru Bumi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Tim Gryffindor ITS Sulap Bambu Jadi Bahan Bakar PLTU

Minggu, 25 Desember 2022 | 11:30 WIB

SMART, Inovasi Pelacak Energi Surya Buatan Mahasiswa UI

Selasa, 29 November 2022 | 12:00 WIB
X